Akuntan Sukses

Paperku

Apa Sih Ukuran Seorang Akuntan Sukses?Urusan ukur-mengukur, sangat lekat dengan kehidupan akuntan dan orang akuntansi pada umumnya. Dalam mengukur kinerja perusahaan, akuntan profesional menggunakan alat takar yang sudah sangat jelas, bahkan sudah terstandarisasi. Bagaimana ketika mengukur kesuksesan karir diri mereka sendiri; apa sih ukuran sukses seorang akuntan?

Pepatah lama mengatakan, adalah sesuatu yang jamak bahwa “seorang pembuat pedang justru tidak memiliki pedang” atau “tukang sepatu tidak pakai sepatu.”

Nah, mungkinkah seorang akuntan—yang nota benanya tukang ukur kinerja perusahaan—tidak pernah mengukur kinerjanya sendiri, thus tidak tahu ukuran suksesnya sendiri?

Bisa jadi pandangan kita berbeda-beda mengenai hal ini, dan sangat mungkin ukuran sukses seorang akuntan berbeda dengan akuntan lainnya. Tetapi saya yakin kita bisa sepakat bahwa mengetahui ukuran sukses kita sendiri adalah penting. Dan saat yang tepat untuk memikirkan hal ini, menurut saya, adalah di akhir pekan.

Mengapa Kesuksesan Perlu Diukur?

Ukuran sukses suatu perusahaan, pada suatu periode, bisa menjadi bahan pertimbangan—bagi manajemen—untuk menentukan strategi bisnis ke depannya.

Demikian halnya dengan ukuran sukses diri kita sendiri, bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menata langkah ke depannya.

Apa ukuran sukses seorang akuntan, dan bagaimana cara mengukurnya?

Sebagai analogi, mari kita lihat terlebih dahulu, apa ukuran sukses perusahaan dan bagaimana cara mengukurnya, baru kemudia masuk ke ukuran sukses akuntan dan cara mengukurnya.

Ukuran Sukses Perusahaan Dan Cara Mengukurnya

Ukuran sukses suatu perusahaan adalah berhahasil-atau-tidaknya mencapai tujuannya—yang lumrah disebut “kinerja perusahaan”.

Jika kita gali lebih jauh, tujuan suatu perusahaan pada umumnya hanya satu, luas dan bersifat normative—yang biasanya disebut sebagai “tujuan utama”. Menakar sesuatu yang luas, umum dan besifat normative adalah sulit, untuk itu maka perlu diuraikan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil, lebih spesifik, sehingga menjadi lebih terukur.

Tujuan utama perusahaan, dimana-mana, setahu saya, nyaris sama. Yang berbeda adalah tujuan-tujuan spesifiknya—sesuai dengan jenis dan sekala perusahaanya. Ukuran sukses dan kinerja di level inilah yang berbeda antara satu perusahaan dengan yang lainnya.

Dalam akuntansi, kinerja perusahaan—kemampuan merealisasikan tujuan-tujuan spesifiknya—diukur per periode (entah itu bulanan, kuartalan, semesteran, atau tahunan). Per periodenya diukur dengan 4 pendekatan utama:

  • Budgeted Vs Actual Financial Statements – Dikur dengan cara membandingkan budget laporan keuangan dengan laporan keuangan realisasi, di periode yang sama (misal: revenue di ‘budgeted financial statement’ 2012 dibandingkan dengan revenue yang tercantum di ‘Financial Statement’ 2012).
  • Vertical Analysis – Dibandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya, dalam laporan keuangan, di periode yang sama (misal: “gross profit margin” diukur dengan membandingkan antara revenue dengan gross profit).
  • Horizontal Analysis – Dibandingkan antara laporan keuangan di suatu periode dengan periode-periode sebelumnya, untuk item yang sama (misal: net profit margin antara tahun buku 2012 dengan 2011, dan 2010). Horizontal analysis kerap disebut “trend analysis“.
  • Benchmarking dan Scorecard – Membandingkan “Key Performance Indicator” (KPI), ROCE misalnya, antara apa yang dicapai oleh perusahaan dengan apa yang dicapai oleh perusahaan lain, dalam industri sejenis.

Perkembangan kinerja perusahaan dari satu masa jangkan pendek (misal: 5 tahunan) ke masa jangka pendek berikutnya terus diukur, sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan strategi perusahaan; apakah perlu diperbaiki atau diubah total—dengan harapan bisa membuat perusahaan mampu mencapai tujuan utamanya.

Ukuran Sukses Akuntan dan Cara Mengukurnya

Sama halnya dengan perusahaan, ukuran sukses seorang akuntan adalah berhasil-atau-tidaknya mewujudkan tujuannya mengapa memilih menjadi seorang akuntan.

Dari sekian banyak yang pernah terungkap, alasan seseorang memilih akuntansi rata-rata sama:

Ingin jadi akuntan yang handal

Jika tujuan memilih akuntansi adalah untuk menjadi akuntan yang handal, maka takaran sukses atau tidaknya seorang akuntan adalah: berhasil-atau-tidaknya menjadi akuntan yang handal.

Ukuran sukses ‘akuntan-handal’ ini bersifat umum, luas, dan normative (anak akuntansi mana yang tidak ingin jadi akuntan handal?). Oleh karenanya menjadi: SULIT DIUKUR.

Supaya bisa diukur maka perlu diurai menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil, lebih spesifik. Misalnnya:

Jika berkarir di dalam perusahaan:

  • Ingin menjadi seorang Internal Auditor
  • Ingin menjadi seorang Chief Accountant
  • Ingin menjadi seorang Accounting Manager
  • Ingin menjadi seorang Risk Manager
  • Ingin menjadi seorang Credit Manager
  • Ingin menjadi seorang Purchasing Manager
  • Ingin menjadi seorang Asset Manager
  • Ingin menjadi seorang Financial Manager
  • Ingin menjadi seorang Treasurer
  • Ingin menjadi seorang Financial Controller
  • Ingin menjadi seorang Chief Financial Officer (CFO)

Jika berkarir di kantor akuntan publik (KAP):

  • Ingin menjadi seorang Auditor
  • Ingin menjadi seorang Business Advisor
  • Ingin menjadi seorang Partner
  • Ingin menjadi seorang Managing Partner

Rute karir yang sedikit berbeda, mungkin ingin:

  • Ingin menjadi seorang Pialang Saham
  • Ingin menjadi seorang Fund Manager
  • Ingin menjadi seorang Investment Manager
  • Ingin menjadi seorang Financial Planner
  • Ingin menjadi seorang Business Appraiser/Aktuaris
  • Ingin menjadi seorang Forensic Accountant

Agak ke entrepreneurship:

  • Ingin memiliki perusahaan sendiri
  • Ingin memiliki kantor TBA firm sendiri
  • Ingin memiliki kantor Accounting firm sendiri
  • Ingin memiliki kantor Tax Consultant firm sendiri
  • Ingin memiliki kantor sekuritas sendiri

Seperti halnya perusahaan, tujuan-tujuan yang lebih spesifik itupun tidak bisa dicapai dengan satu gebrakan dalam waktu yang singkat. Perlu dibuat bertahap dalam rentang waktu (periode) yang lebih pendek.

Dan seperti perusahaan juga, sangat mungkin kesuksesan masing-masing tahapan menjadi batu loncatan ke jenjang berikutnya. Sehingga jalan panjang untuk mewujudkan kesuksesan terbagi-bagi menjadi kesuksesan-kesuksesan kecil terlebih dahulu.

Misalnya:

  • Anda ingin menjadi seorang CFO. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, kemungkinan besar anda harus mulai dari yang paling dasar—menjalankan pekerjaan sebagai seorang data entry untuk Accounts Payable (A/P Clerk)—di suatu perusahaan. Setelah sukses menjalankan pekerjaan sebagai A/P Clerk, baru menjadi A/P Accountant. Sukses menjalankan pekerjaan A/P Accountant membuat anda bisa merah posisi Chief Accountant atau Accounting Manager. Sukses di middle management akan mengantarkan anda untuk menuju posisi-posisi eksekutif seperti Treasurer atau Financial Controller. Terakhir baru ke puncak karir yaitu CFO.
  • Anda ingin menjadi seorang Managing Partner. Mungkin anda harus mulai dengan menjalankan pekerjaan seorang junior auditor, lalu menjadi senior auditor, partner, dan Managing Partner.
  • Dan lain sebagainya.

Sama halnya dengan perusahaan yang kinerjanya diukur per periode. Karir seorang akuntanpun, saya sarankan, agar diukur per periode. Masing-masing loncatan diukur; sebarapa tingkat kesuksesannya.

Bagaimana cara mengukur kinerja seorang akuntan?

Seperti mengkur kinerja perusahaan, anda bisa melakukan evaluasi kinerja sendiri, layaknya membandingkan “Budget Vs Realisasi” pada laporan keuangan, dengan cara membandingkan  antara “Job Description” dengan apa yang anda kerjakan:

  • Apakah semua fungsi, tugas utama dan tugas tambahan sudah terlaksana?
  • Berapa tingkat keberhasilan anda menjalaankan fungsi, tugas utama dan tugas tambahan?
  • Apakah anda pernah menjalankan pekerjaan yang tingkat kesulitannya lebih tinggi? Jika pernah, seberapa tingkat suksesnya?
  • Apakah anda pernah menjalankan pekerjaan yang volumenya lebih tinggi? Jika pernah, berapa tingkat suksesnya?
  • Apakah anda pernah menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari jadwal?
  • Apakah anda pernah mengusulkan cara mengerjakan sesuatu dengan lebih baik, lebih cepat, lebih singkat, lebih bagus kualitasnya, dan setujui? Jika pernah, seberapa sukses?

Jika anda bekerja di perusahaan yang performance review systemnya sudah cukup mapan, maka anda bisa mendapatkan itu dari HRD setiap tahunnya. Jika tidak, anda bisa melakukannya sendiri. Itu baru analisa vertikal.

Selanjutnya anda bisa melakukan analisa horizontal (trend analysis) dengan membandingkan kinerja anda pada satu periode dengan periode lainnya. Dengan demikian anda bisa melihat perkembangan karir dari waktu-ke-waktu, apakah meningkat.

Terakhir. Seperti perusahaan yang melakukan benchmarking dan scorecard, tidak ada salahnya jika anda membandingkan capian anda di suatu periode dengan capaian kawan yang bekerja di perusahaan lain—dengan level yang sama. Apakah perkembangan karir anda tergolong lambat, sedang atau cepat?

Begitu terus di setiap fase/periode karir, di setiap posisi yang ditempati; diukur dan dievaluasi untuk ditindaklanjuti di fase berikutnya.

Bagimana menindaklanjuti hasil pengukuran? Pindah ke paragraph berikutnya…

Menindaklanjuti Hasil Pengukuran Kinerja dan Tingkat Kesuksesan

Perlu disadari bahwa, pengukuran kinerja dan tingkat kesuksesan memiliki dampak, ada up-dan-down side-nya, terutama ketika pengukuran kinerja dipandang dengan menggunakan perspektif yang salah dimana hasil pengukuran dijadikan GRATIFIKASI PRIBADI. Menjadikan kesuksesan sebagai gratifikasi pribadi, lebih banyak negatif dibandingkan positifnya:

  • Ketika sukses, seseorang menjadi merasa hebat. Dampaknya: cepat berpuas diri—padahal mungkin jalan masih sangat panjang. Lebih parah lagi, menjadi lupa diri, sombong, angkuh dan arogan.
  • Ketika kurang sukses—apalagi gagal total, seseorang menjadi patah semangat. Dampaknya: apatis, malas, ignorant. Dalam kondisi yang lebih buruk, bisa jadi merusak—diri sendiri, orang lain, atau perusahaan.

Supaya itu tidak terjadi, pandang hasil pengukuran kinerja dan kesuksesan sebagai EVALUASI SYSTEM—hasilnya akan lebih banyak berpengaruh positif dibandingkan negatif (bandingkan dengan yang di atas):

  • Ketika sukses, pandang itu sebagai KESUKSESAN SYSTEM yang anda gunakan dalam meniti karir—bukan KESUKSESAN PRIBADI. Artinya: pendekatan, cara, dan etos yang digunakan untuk mengembangkan karir, berjalan dengan baik. Pengaruh positifnya: keinginan untuk meluapkan kegembiraan secara berlebihan, yang cenderung mengarah ke sikap ‘berbangga-diri’, menjadi bisa di rem, sehingga tidak menjadi pemicu kesombongan.  Terbaik: system yang bekerja dengan baik tentu bisa diterapkan lagi, diulangi, di fase/periode berikutnya.
  • Ketika gagal, pandang itu sebagai KEGAGALAN SYSTEM yang anda gunakan dalam meniti karir—bukan KEGAGALAN PRIBADI. Artinya: pendekatan, cara, dan etos yang  digunakan untuk mengembangkan karir, tidak berjalan dengan baik. Pengaruh positifnya: anda menjadi merasa tidak peru untuk meratapinya, tidak perlu menyalahkan diri-sendiri, tidak perlu merasa rendah-diri, tidak perlu putus asa.  Terbaik: sadari bahwa system yang gagal, bisa jadi perlu perbaikan, perlu maksimalisasi, perlu jam kerja yang lebih panjang, perlu lebih teliti lagi, perlu lebih tepat lagi, perlu pengalaman yang lebih panjang lagi, perlu belajar lebih banyak lagi, perlu upgrade skill/sekolah lagi/ambil sertifikasi profesi. Sekalilagi, pandang itu sebagai koreksi system.

Dari pengalaman saya pribadi, di setiap fase.periodenya, hasil pengukuran tidak mutlak sukses atau mutlak gagal. Ada bagian yang sukses, dan tak sedikit juga bagian yang gagal (saya pikir ini yang paling banyak terjadi). Dalam kondisi seperti ini, saran saya saya, sebaiknya dipilah-pilah:

  • Mana pekerjaan/tugas yang belum sukses dilaksanakan (lambat, tidak akurat, tidak efisien, dlsb), cari tahu mengapa demikian,sehingga tahu apa yang harus dilakukan kedepannya agar tidak terjadi kegagalan yang sama lagi, kalau bisa meningkat. Yang jelas, cara/pendekatan kerja yang salah, sebaiknya jangan dipakai lagi di periode/fase berikutnya.
  • Mana pekerjaan/tugas yang sudah sukses dilaksanakan—baik dari kecepatan maupun kualitas. Yang paling penting di sini: cara/metode kerja yang sukses perlu dicari tahu mengapa bisa sukses, sehingga bisa diimplementasikan, di-repeat, di wilayah lain, di fase berikutnya.

Hasil pengukuran, baik yang sukses maupun yang gagal, dijadikan sebagai input dalam menyusun strategi karir di periode/fase berikutnya. Adopsi teknik yang diterapkan oleh kawan-kawan di operation untuk meningkatkan kualitas output (product): “continuous improvement” (Keizen).

Ukuran Sukses Akuntan Dalam Bentuk Monetary

Lho… saya pikir ukuran sukses akuntan itu uang, mobil dan rumah mewah,” mungkin ada yang berpikir seperti itu.

Iya. Ada sebagian orang yang menggunakan monetary sebagai ukuran utama kesuksesan. Dan itu sah-sah saja (asal jangan sampai segala hal diukur dengan uang). Nyatanya kesuksesan memang sering berbanding lurus dengan harta yang berhasil diakumulasikan.

Tetapi saya pribadi tidak memandang kesuksesan dengan cara seperti itu. Bagi saya, akumulasi harta hanya efek atau konsekwensi dari kinerja:

  • Jika kinerja bagus, pertumbuhan karir bagus, tentu akumulasi harta juga mengikuti—sesuai dengan fase karir (level)
  • Jika kinerja kurang bagus, pertumbuhan karir biasa-biasa saja, tentu akumulasi harta juga tidak banyak  atau pas-pasan.

Tetapi sebagai pembanding, bisa saya gambarkan sbb:

  • Di level Pemula (New Entry): jika sukses—pertumbuhan karir lancar, fase ini bisa dilewati dalam waktu 2-5 tahun. Hasil dalam bentuk monetary, cukup untuk bisa hidup mandiri, membeli gadget yang diinginkan, rekreasi seperlunya.
  • Di level Madia (Middle Management): jika sukses—pertumbuhan karir lancar, fase ini bisa dicapai dalam waktu 5-10 tahun. Hasil dalam bentuk monetary, cukup untuk menghidupi keluarga kecil, membeli fasilitas rumah/mobil, bisa rekreasi dengan keluarga, seperlunya.
  • Di level Eksekutif (Executive): jika sukses—pertumbuhan karir lancar, fase ini bisa dicapai dalam waktu 10-25 tahun. Hasil dalam bentuk monetary, saya pikir tidak perlu disebutkan, bisa anda kira-kira sendiri.

Kadang kita sering terlena ketika bicara kesuksesan, lupa bahwa pada kenyataannya: kesuksesan lebih mudah diucapkan ketimbang diraih. Dalam skenario normal, kesuksesan dan kegagalan sering berdampingan atau datang silih-berganti.

Kesuksesan bukan untuk kita pamerkan atau sombongkan, dan kegagalan bukan untuk dijadikan alasan untuk berputus asa atau merasa rendah diri. Sukses-atau-gagal adalah persoalan system. System yang anda gunakan dalam mengembangkan karir. Bukan persoalan pribadi. So, you do not want to take it personally. Jadikan itu sebagai input, bahan pertimbangan dan koreksi, untuk menata langkah ke depan—sehingga menjadi lebih baik dan lebih sukses dibandingkan sebelumnya. Semoga.

Bagikan: